Baca Part I: Sampai Batas Toleransi Berapa Saya Cut Loss Saham? – Part I. Di Part I saya sudah menjelaskan inti dari ilmu grafik. Jadi, kalau anda mau trading, anda harus paham dahulu yang namanya ilmu grafik.
Intinya, harga saham akan naik dan turun (demikian akan terulang terus). Jadi, perlukah trader melakukan cut loss? Bukannya lebih baik menunggu saja. Toh, harga saham pada akhirnya naik sendiri kan?
Anda bisa toleransi untuk tidak melakukan cut loss apabila saham ‘nyangkut’ yang anda pegang memiliki beberapa syarat berikut. Pertama, anda memiliki saham2 yang likuid. Likuid yang saya maksud adalah saham2 lapis 1 (saham blue chip) atau setidak-tidaknya saham lapis 2. Baca juga: Memahami Saham Lapis Satu, Lapis Dua dan Tiga.
Saham2 yang likuid, volumenya cenderung stabil, antrian bid-offer setiap hari ramai, maka anda bisa toleransi untuk menunggu harga saham naik. Karena sepengalaman saya, walaupun saham2 tersebut ‘hanyalah’ saham lapis 2, tapi jika saham tersebut masih RAMAI PEMINAT (tampak dari volume dan bid-offer saat jam trading), maka ketika harga saham tersebut turun banyak, cepat atau lama sahamnya yo mesti naik lagi.. Intinya disini adalah: Sabar menunggu. Sabar bahwa harga saham suatu saat pasti akan naik lagi.
Kedua, anda memiliki saham2 yang perusahaannya jelas. Kalau anda nyangkut di saham Indofood, Unilever, Perusahaan Gas Negara, Pakuwon, Bank BRI, maka harga sahamnya biasanya akan cenderung naik lagi ketika harganya turun banyak. Intinya tetap sama, anda hanya butuh sabar menunggu.
Tapi kalau anda punya saham perusahaan2 yang mulai bermasalah, seperti Cipaganti (CPGT), Sekawan Intipratama (SIAP). Atau, perusahaan2 yang produknya sudah nggak populer untuk go public (misalnya perusahaan pariwisata, travel, ekspedisi), untuk apa anda beli sahamnya? Ada kasus dimana trader nyangkut di CPGT sampai bertahun-tahun dan harga sahamnya masih tidur sampai sekarang. Sayang sekali, kan?
Coba deh anda perhatikan transaksi saham di Bursa Efek. Saham2 yang likuid dan sering ditransaksikan trader adalah saham2 yang produknya umum, seperti makanan, mie instan, perbankan, properti, konstruksi, pertambangan.
Jadi, sampai batas mana anda harus mulai berani cut loss? Anda harus mulai cut loss apabila saham2 yang anda pegang saham2 seperti yang saya sebutkan diatas: Bermasalah dan perusahaan2 tersebut sama sekali tidak populer. Saham2 seperti ini pada umumnya sudah sepi peminat (bid-offer sedikit buangett bahkan bisa nggak ada peminatnya), dan harga sahamnya dengan mudah terjun bebas, dan sulit sekali untuk balik naik lagi.
Saham2 yang likuid, volumenya cenderung stabil, antrian bid-offer setiap hari ramai, maka anda bisa toleransi untuk menunggu harga saham naik. Karena sepengalaman saya, walaupun saham2 tersebut ‘hanyalah’ saham lapis 2, tapi jika saham tersebut masih RAMAI PEMINAT (tampak dari volume dan bid-offer saat jam trading), maka ketika harga saham tersebut turun banyak, cepat atau lama sahamnya yo mesti naik lagi.. Intinya disini adalah: Sabar menunggu. Sabar bahwa harga saham suatu saat pasti akan naik lagi.
Kedua, anda memiliki saham2 yang perusahaannya jelas. Kalau anda nyangkut di saham Indofood, Unilever, Perusahaan Gas Negara, Pakuwon, Bank BRI, maka harga sahamnya biasanya akan cenderung naik lagi ketika harganya turun banyak. Intinya tetap sama, anda hanya butuh sabar menunggu.
Tapi kalau anda punya saham perusahaan2 yang mulai bermasalah, seperti Cipaganti (CPGT), Sekawan Intipratama (SIAP). Atau, perusahaan2 yang produknya sudah nggak populer untuk go public (misalnya perusahaan pariwisata, travel, ekspedisi), untuk apa anda beli sahamnya? Ada kasus dimana trader nyangkut di CPGT sampai bertahun-tahun dan harga sahamnya masih tidur sampai sekarang. Sayang sekali, kan?
Coba deh anda perhatikan transaksi saham di Bursa Efek. Saham2 yang likuid dan sering ditransaksikan trader adalah saham2 yang produknya umum, seperti makanan, mie instan, perbankan, properti, konstruksi, pertambangan.
Jadi, sampai batas mana anda harus mulai berani cut loss? Anda harus mulai cut loss apabila saham2 yang anda pegang saham2 seperti yang saya sebutkan diatas: Bermasalah dan perusahaan2 tersebut sama sekali tidak populer. Saham2 seperti ini pada umumnya sudah sepi peminat (bid-offer sedikit buangett bahkan bisa nggak ada peminatnya), dan harga sahamnya dengan mudah terjun bebas, dan sulit sekali untuk balik naik lagi.
Sedangkan, anda bisa toleransi untuk tidak cut loss, dan lebih sabar menunggu harga saham naik, apabila anda memiliki perusahaan yang bagus secara teknikal, produk, tidak terkena masalah dan didukung dengan kondisi fundamental.
Katalog produk digital dan jasa freelance indonesia, cek dibawah ini.